31/07/2016

Refleksi Setahun Muktamar NU di Jombang: Dari AHWA Hingga Emper Toko



M. Fathoni Mahsun

 

Tak terasa sudah satu tahun berlalu perhelatan Muktamar NU di Jombang. Saat itu Muktamar yang diselenggarakan pada bulan syawal 1436 H atau bertepatan dengan 1-5 Agustus 2015, kesibukannya mulai terasa sejak akhir bulan puasa, dan memuncak sesaat setelah memasuki bulan syawal. Di Jombang ketika itu yang dipikirkan sudah bukan lebaran, tapi Muktamar. Saat ini hiruk pikuk seperti itu sudah tidak ada lagi, hanya kenangan yang mengendap.
Selain persiapan teknis di lapangan, jauh-jauh hari sudah beredar pemikiran yang akan digeber di waktu Muktamar, dua yang paling pokok adalah pemilihan dengan menggunakan sistem Ahlul Hal Wa al-Aqdi (AHWA) dan Islam Nusantara. Ahwa masih menyisakan polemik hingga saat ini, sedangkan Islam Nusantara menjadi gagasan yang terus berkembang.
Kita ingat bahwa pembahasan Ahwa sangat alot. Ahwa pembahasannya dilakukan di komisi organisasi, yang bertempat di Denanyar ini memunculkan perdebatan sengit, bahkan deadlock. Ketika dibawa ke forum pleno yang bertempat di alun-alun Jombang, mahluk tak bernyawa bernama Ahwa ini masih saja mengundang perdebatan yang berlarut-larut, bahkan nyaris tak ada ujung. Hingga akhirnya Rois Syuriah KH. Musthofa Bisri turun tangan.
Kyai yang mahir bersajak dan akrab dipanggil Gus Mus ini kemudian menyampaikan pidato yang menggetarkan itu “.....Mohon dengarkan saya, dengan hormat kalau perlu saya mencium kaki-kaki Anda semua agar mengikuti akhlakuk karimah, akhlak KH Hasyim Asy'ari dan pendahulu kita....”. Suasana gaduh sebagaimana diberitakan media masa ketika itu, langsung senyap, tidak ada lagi yang mendebat, tidak ada lagi yang bersitegang, yang ada malah cucuran air mata. Jika Gus Mus se-berkarisma itu, bagaimana dulu karisma Kyai Hasyim yang namanya disebut-sebut  Gus Mus itu ya....?
 Di luar urusan orang tua-tua yang penuh hiruk-pikuk demikian,  ada sekelompok anak muda yang juga menyelenggarakan “muktamar”, berjuluk Musyawarah Kaum Muda NU (KMNU). Bedanya, jika di muktamar orang tua-tua, forumnya gaduh, Musyawarah Kaum Muda NU ini berlangsung gayeng, walaupun dengan fasilitas seadanya, lesehan di atas karpet, serta beli kopi dan makan sendiri.
Peserta yang datang pun berasal dari berbagi daerah, mereka jauh-jauh hari memang sudah niat datang, bukan kebetulan mampir, dengan cara mendaftar secara online. Anak-anak muda ini juga mencoba membangun identitasnya sendiri dengan mengenakan kopyah, banyak juga yang mengenakan blangkon, serta dengan berbagai macam gayanya yang lain. Terlihat benar mereka ingin mengekspresikan Islam Nusantara. Barangkali mereka tidak saling mengenal, tapi mereka datang dengan satu pikiran “Bagaimana ber-NU di masa mendatang.”
Kyai Maimun Zubair dalam mauidhohnya mengatakan, bahwa Musyawarah KMNU ini mengingatkannya pada peristiwa di tahun 1934, saat terbentuknya Ansor Nahdlatul Oelama’ (ANO). “Dulu suasananya persis seperti ini, kalau orang tua-tua bikin tempat sendiri untuk melaksanakan acaranya, anak-anak muda ketika itu juga membuat tempat tersendiri.”
Menurut Kyai Maimun, Sebelum menjadi ANO dulu segala sesuatunya masih gabung dengan NU, tapi setelah jadi ANO, maka anak-anak muda itu membuat muktamar sendiri, sudah menjadi organisasi sendiri yang mandiri. Mbah Mun mengisyaratkan bahwa peristiwa  berkumpulnya anak-anak muda di Muktamar NU ke-33, bukan suatu kebetulan, bahwa ada hubungannya dengan peristiwa terbentuknya ANO di tahun ’34, yaitu bangkitnya generasi muda NU.
Peneguhan Islam Nusantara memang ekspresinya lebih terasa di forum anak-anak muda. Karena di forum anak-anak muda itu dibahas, bagaimana pergesekan NU dengan seni dan budaya, bagaimana pergesekan NU dengan IT dan media, sampai bagaimana NU bergesekan dengan politik dan kekuasaan. Mereka bahkan juga membuat buku khusus yang mengulas tentang Islam Nusantara.
Musyawarah KMNU senyatanya bukan satu-satunya forum ilmiyah nya anak-anak muda NU, tapi juga ada Kajian Aswaja (Kiswah). Para pembicara di forum Kiswah ini biasa disebut ustadz. Namun ketika mendengarkan paparan materinya di serambi masjid Tambak Beras, sepertinya kualitas keilmuannya sudah setaraf kyai, hanya karena usianya yang masih muda saja sehingga belum disebut kyai.
Selain itu, ada juga forum-forum bedah buku yang tersebar di empat pesantren dengan pembicara sekelas nasional dan internasional, seperti Martin Van Bruinessen, peneliti ke-Islaman asal Belanda, yang berbicara di Ponpes Al-Aziziyah Denanyar. Tidak hanya buku-buku yang di bedah di forum-forum, ada juga buku-buku dan majalah yang tidak dibedah tapi ditulis oleh kalangan NU dan dijajakan di bazar-bazar yang turut menguatkan nuansa intelektual di muktamar NU 33 tersebut. Bahkan penulis menemukan majalah yang dirilis sejak tahun 2012 oleh PP LAKPESDAM NU yang ‘sudah’ menurunkan edisi khusus tentang Islam Nusantara.
Tapi, Muktamar NU di Jombang tidak hanya tentang hal-hal besar semacam itu, namun juga terselip hal-hal unik yang luput dari pemberitaan media. Misalnya saja prihal Kyai-kyai yang “menyembunyikan diri”, mereka datang di Jombang, tapi mereka tidak mau orang tahu “persembunyiannya”. Walhasil, panitia, juga Banser yang berjaga, bahkan sampai Patwal tidak diperkenankan mengantarkan ke tempat “persembunyian” itu. Untuk menyempurnakan usaha menyembunyikan diri tersebut bahkan ada yang sampai mengganti plat nomor mobilnya,  dengan plat nomor Jombang.
Itulah kenangan Muktamar di Jombang, namun masalahnya Muktamar diselenggarakan bukan hanya untuk dikenang, tapi untuk mempersiapkan NU lima tahun ke depan. Tentang polemik Ahwa dan seputarnya, biarlah NU melakukan self healing-nya sendiri. NU mempunyai pengalaman cukup panjang untuk menyelesaikan problematikanya. Muktamar NU ke 33 ini mengindikasikan bahwa pimpinan NU di masa datang haruslah mempunyai kapasitas intelektual yang memadai.
Oh ya ada satu lagi kisah unik yang terlewat. Di luar sepengatahuan publik, pada suatu malam ada seorang kyai yang ingin mencari makan. Rumah-rumah makan yang enak-enak sudah disebut semua, tapi sang kyai tersebut malah justru menjatuhkan pilihan yang mengejutkan. Dia memilih mie goreng di emperan toko di bilangan Jalan Gus Dur. Saat malam toko-toko di jalanan tersebut memang tutup, dan jalanan pun lengang. Sehingga aktivitas ekonomi berganti menjadi jajanan kuliner.
           Tahukah Anda siapa kyai tersebut? Beliau adalah KH. Musthofa Bisri, ya..., beberapa waktu sebelum menyampaikan pidato yang menggetarkan tersebut, Gus Mus ngemper di pinggir jalan Gus Dur untuk menikmati mie goreng. Jalan itu dulunya bernama Jalan Merdeka. Ketika dirubah menjadi Jalan Gus Dur, Gus Mus pula yang diundang memberikan tausyiah. Pertanyaannya, apakah Gus Mus bisa menyampaikan pidato yang menggetarkan itu karena habis beli mie diemperan toko? Hehehe.

KECELE

 KECELEK
Saat ceramah di acara Diba Kubro Kecamatan Jogoroto yang digelar di TPQ Al Muhajirin Dusun Sumbersari Desa Sukosari Kecamatan Jogoroto, Jombang, Sabtu (23/7/2016), KH Saerozi Lamongan cerita soal tiga orang yang kecelik.   Pertama, orang ingin mulia dengan memperlihatkan kebaikan. ’’Orang yang ingin mulia dengan ngetok-ngetokno keapikane iku kecelik. Sebab keapikan iku lek diketokno ora nggarai apik. Justru nggarai elek,’’ tuturnya. Sebaliknya, keapikan kalau ditutupi, akan semakin kelihatan baik.   ’’Sampean kenalan karo wong. Sampean takoni jenenge sopo. Kok deweke jawab. Kulo almukarrom kiai haji Soleh. Yo malah diguyu. Kok ora ditambahi almarhum pisan,’’ ucapnya disambut tawa jamaah.   Pelok, isi buah mangga, kata Kiai Saerozi, jika ditanam di tanah dalam-dalam, justru akan menumbuhkan pohon dan buah. ’’Coba pelok iku delehen duwur mejo. Yo sido garing,’’ tambahnya.    ’’Makanya ada maqolah, kun ardun fi qodaminnas. Jadilah kamu bumi bagi kaki-kaki manusia,’’ tuturnya. ’’Bumi itu dibawah. Yo diinjak-injak. Yo diidoni. Tapi regane tambah suwi tambah larang. Padahal bumine ora lapo-lapo,’’ ucapnya kembali disambut ger-geran jamaah.   Makanya jika ngelakoni apik, sebaiknya disembunyikan atau ditutupi. ’’Attawadlu’u la tazidu illa rif’ah. Wong tawadlu akan semakin mulia,’’ ucapnya. ’’Orang yang berbuat baik dengan diketok-ketokno iku biasane gak eroh dalane berbuat apik. Utowo gak biasa ngelakoni apik,’’ jelasnya.   Kedua, orang yang ingin kaya dengan enggan bersedekah. ’’Bayangane duwek akeh iku lek disimpen. Iku kecelik. Duwek akeh iku lek disedekahno. Assodaqotu la tazidu illa kasron,’’ tuturnya.   Setiap malam, malaikat turun mendoakan orang-orang yang sedekah. Ya Allah, gantilah yang lebih banyak kepada orang-orang yang sedekah.   ’’Saya kemarin di Kediri ketemu MI yang setiap tahun gurune diberi motor. Saya tanya  kok iso ngunu,’’ kata Kiai Saerozi. Salah satu pengurus cerita, awalnya dia hanya beri satu motor. Lha kok rezekini tambah akeh tambah akeh. Akhire motor yang diberikan terus bertambah. ’’Kemarin yang dibagikan sudah 11 motor,’’ bebernya.   Uang, kata Kiai Saerozi, sejatinya adalah pembantu. ’’Kalau disedekahkan, uang itu hidup. Golekno pahala sing sedekah,’’ jelasnya. Misalnya uang itu dipakai mbayari guru ngaji. Maka orang yang sedekah dapat pahala ngajar ngaji tanpa susah payah ngajar ngaji. ’’Sebaliknya, kalau hanya disimpan, uang itu turu. Sampean seneng endi duwe pembantu turu karo pembantu sing kerjo?’’ ucap Kiai Saerozi.   Orang yang medit, kata Kiai Saerozi, sebenarnya luman. Sebab harta yang disimpannya, ketika meninggal, seluruhnya akan dinikmati pewarisnya.   Sebaliknya, orang yang suka sedekah, sebenarnya pelit. Karena semua yang disedekahkan, kelak akan ia nikmati sendiri di akhirat.   Ketiga, orang mengira bahwa jagoan adalah yang bisa mengalahkan semua musuh. ’’Iku kecelik. Sebab musuh sing dikalahno, duwe bolo, duwe konco, duwe keluarga. Masio kalah, koncone, bolone, keluargane pasti balas dendam. Musuhe tambah akeh,’’ tuturnya.   Menang yang sejati, kata Kiai Saerozi, adalah dengan memaafkan. ’’Al afwu la tazidu illa izzan. Memaafkan akan menambah kemenangan”.   ’’Musuh disepuro dadi bolo, dulur ora disepuro dadi musuh,’’ tegasnya. Misalnya musuhan dengan tetangga kanan rumah. Ora mau nyepuro. Maka lewat depan rumahnya pasti segan. Musuhan dengan tetangga kiri rumah. Ora mau nyepuro. Lewat di depannya pasti juga segan. ’’Akhire ngiri buntu, nganan yo buntu. Padahal asline ora buntu. Sing mbuntu atine dewe,’’ jelasnya.   Kalau punya musuh, mau ngapain juga pasti susah. ’’Mau masuk musola kok di didalamnya ada musuhe. Pasti tidak mau masuk. Ora dikipatno ngipat-ngipat dewe,’’ ucapnya disambut ger-geran jamaah.   ’’Mau naik angkot kok didalam ada musuhe. Pasti ora sido naik,’’ tambahnya.   Makanya yang paling baik adalah memaafkan. ’’Jagoan sejati iku nyepuroan,’’ paparnya.   Agar antar anak tidak ada musuhan, orang tua diminta tidak mbedak-mbedakno iki anak emas. Dan ini anak bukan emas. Tidak boleh membanding-bandingkan kelebihan anak dihadapan anak yang lain. Sebab kalau sudah tali silaturahmi putus, maka tali hubungan dengan Allah juga putus. ’’Kajio bendino kalau hubungan dengan sanak keluarga ora apik, percuma,’’ tegasnya. (Rojiful Mamduh)

28/07/2016

WIRAI

WIRAI   
Saat disowani pengurus GP Ansor Cabang Jombang Senin (18/7/2016), Rois Syuriah PCNU KH Abdul Nashir Fattah sempat cerita soal wirai. ’’Sak iki opo isik ono wong wirai? Wong pancen abot,’’ tuturnya.   Tingkatan wirai yang paling rendah, kata Kiai Nasir, adalah wirai adli. ’’Yakni manut opo ae dawuhe ulama,’’ tuturnya. Orang seperti ini, sekarang sulit dicari. Sebab sekarang ini, orang cenderung memilih ulama yang sesuai selera. ’’Gak cocok karo dawuhe ulama siji, yo ngalih golek dawuhe ulama liyo,’’ ucapnya.   Kiai Nasir cerita, Saat zaman Imam Ahmad bin Hambal. Ada wanita yang bekerja memintal benang. Nah, terkadang, wanita ini memintal dengan memanfaatkan penerangan lampu milik tetanggannya. Karena cahaya lampu si tetangga sampai di halaman rumahnya.   Perempuan ini tanya kepada Imam Ahmad bin Hambal, apakah hal itu boleh? ’’ Imam Ahmad menjawab tidak boleh. Dan perempuan itu taat. Karena memang sangat wirai,’’ kata Kiai Nasir.   Tingkatan wirai yang kedua adalah wirai muttaqi. Orang ini menjaga diri agar benar-benar hanya mengonsumsi yang halal. Kiai Nasir lantas mencontohkan Ibrahim bin Adham. Setelah menunaikan ibadah haji di Makkah dan Madinah, Ibrahim lantas melanjutkan ke Baitul Maqdis yang juga termasuk tempat sucinya umat Islam. ’’Afdolnya kita memang harus ke tiga tempat suci itu,’’ kata Kiai Nasir.   Sebelum berangkat ke Palestina, Ibrahim bin Adham membeli kurma. Ketika kurma ditimbang, ternyata ada satu kurma yang jatuh. Ibrahim menganggap yang jatuh itu sudah miliknya. Dia pun mengambil dan memakannya.   Di Baitul Maqdis, kata Kiai Nasir, ada qubbah yang manusia hanya diperbolehkan ibadah pagi sampai sore. Malam hari, tempat itu dikosongkan karena dipakai ibadah malaikat. Sejak pagi sampai sore, Ibrahim ibadah disitu. Sore hari, petugas obrak-obrak untuk mengosongkan tempat tersebut. Namun para petugas tidak melihat Ibrahim bin Adham.   Sehingga ketika pintu ditutup, Ibrahmim bin Adham masih didalamnya. Tak lama berselang, Ibrahim mendengar percakapan malaikat. Malaikat 1: Apa ini Ibrahim bin Adham yang doanya selalu menembus langit? Malaikat 2: Itu dulu. Sekarang tidak lagi. Malaikat 1: Kenapa? Malaikat 2: Karena dia makan kurma jatuh yang dianggap miliknya. Padahal itu bukan miliknya. Mendengar itu, Ibrahim bin Adham langsung pulang. Dia kembali ke rumahnya di Syria. Untuk menyiapkan bekal kembali ke Madinah. Di Madinah, dia menemui penjual kurma tempat dia dulu membeli.   Penjualnya ternyata telah ganti anaknya. Si penjual yang dulu telah meninggal dunia. Ibrahim lantas menceritakan keinginannya. Dan dia minta agar satu biji kurma itu dihalalkan. Sang anak tersebut bilang, bagianku aku halalkan. Tapi aku masih punya ibu dan saudara. Ibrahim lantas mendatangi ibu dan saudaranya untuk minta dihalalkan. ’’Setelah itu, doa Ibrahim bin Adham kembali menembus langit,’’ kata Kiai Nasir.   Cak Ghufron sempat tanya. "Wirai yang paling tinggi dos pundi Kiai?" "Sing paling tinggi wirai tasdiqi. Kasarane, seumpomo wetenge kemasukan barang sing gak halal, langsung dimuntahno. Ojo kok sing haram. Sing subhat ae gak gelem," jawab Kiai Nasir. (Rojiful Mamduh)

26/07/2016

Tausiyyah Senja : Golek Halal

GOLEK HALAL   Saat ngaji rutin Kamis malam Jumat Legi di Musola Al Ikhlas Nglundo Lor Desa Candimulyo Kecamatan/Kabupaten Jombang (14/7/2016), Ustad Irhamudin menerangkan tentang perbedaan minta maaf pada Allah dan kepada sesama manusia. ’’Kalau kepada Allah, baca istigfar saja sudah pasti disepuro,’’ tuturnya.   Tapi kepada manusia, tidak cukup demikian. Sebab juga harus disertai dengan menyelesaikan tanggungannya. Jika hutang piutang, harus dilunasi. Jika melukai, maka harus diqisos atau di denda. Jika menyakiti, harus meminta ridlo. ’’Jika  makan atau mengambil haknya, maka harus minta dihalalkan,’’ tegasnya.   Golek halal itu sendiri menurutnya tidak mudah.   Dia lantas mencontohkan Imam Idris Bin Abbas. Suatu ketika, beliau berjalan menyusuri sungai. Tiba-tiba ia melihat buah delima yang hanyut terbawa air. Ia ambil buah itu dan tanpa pikir panjang langsung memakannya.   Ketika Idris sudah menghabiskan setengah buah delima itu, baru terpikir olehnya, apakah yang dimakannya itu halal? Buah delima yang dimakan itu bukan miliknya. Idris berhenti makan. Ia kemudian berjalan ke arah yang berlawanan dengan aliran sungai, mencari dimana ada pohon delima. Sampailah ia di bawah pohon delima yang lebat buahnya, persis di pinggir sungai. Dia yakin, buah yang dimakannya jatuh dari pohon ini. Idris lantas mencari tahu siapa pemilik pohon delima itu, dan bertemulah dia dengan sang pemilik. “Saya telah memakan buah delima anda. Apakah ini halal buat saya? Apakah anda mengihlaskannya?” kata Idris.   Orang tua itu, terdiam sebentar, lalu menatap tajam. “Tidak bisa semudah itu. Kamu harus bekerja menjaga dan membersihkan kebun saya selama dua tahun tanpa gaji,” katanya kepada Idris. Demi memelihara perutnya dari makanan yang tidak halal, Idris pun langsung setuju. ’’Coba wong sak iki, kon kerjo rong tahun gak digaji.  Pasti jawabe ora mok halalno ora patek’en,’’ ucap Ustad Irham disambut tawa jamaah.   Dua tahun berlalu. Idris kemudian menemui pemilik kebun. “Tuan, saya sudah menjaga dan membersihkan kebun anda selama dua tahun. Apakah tuan sudah menghalalkan delima yang sudah saya makan?” “Tidak bisa, ada satu syarat lagi. Kamu harus menikahi putri saya; Seorang gadis buta, tuli, bisu dan lumpuh.” Idris terdiam. Tapi dia harus memenuhi persyaratan itu. Idris pun dinikahkan dengan gadis yang disebutkan. Setelah akad nikah berlangsung, tuan pemilik kebun memerintahkan Idris menemui putrinya di kamarnya. Ternyata, bukan gadis buta, tuli, bisu dan lumpuh yang ditemui, namun seorang gadis cantik yang nyaris sempurna. Namanya Fatimah Al Azdiyah. Sang pemilik kebun tidak rela melepas Idris begitu saja; Seorang pemuda yang jujur dan menjaga diri dari makanan yang tidak halal. Ia ambil Idris sebagai menantu, yang kelak memberinya cucu bernama Syafi’i, seorang ulama besar, guru dan panutan bagi jutaan kaum muslimin di dunia. Saat usia 7 tahun sudah hafal Alquran. Usia 10 tahun sudah hafal kitab hadis Al Muwatto yang disusun Imam Malik. Dan umur 15 tahun sudah boleh memberikan fatwa. Semoga Allah memberi kita taufik dan hidayah untuk meneladaninya..

24/07/2016

Ansor Jombang dan Pimpinan Pusat Sebelum Reformasi

Tadarus Sejarah Ansor Jombang #3     

Sebenarnya keterlibatan kader Ansor  Jombang, dalam pergolakan kepengurusan Pimpinan Pusat Ansor, sudah bisa ditelisik sejak zamannya KH. Yusuf Hasyim. Mengingat sebagai putra pendiri NU, beliau tentu mempunyai akses dan posisi yang strategis. Namun, pembahasan tentang Pak Ud –begitu beliau akrab disapa, pada zaman itu sepertinya sebutan Gus atau Kyai tidak sebegitu diobral seperti sekarang-, akan dibahas pada skuel tersendiri. 

 Kita saat ini mencoba menjangkau pada masa yang lebih dekat. Sepanjang yang bisa ditelisik penulis, pergesekan kader Ansor Jombang belakangan adalah sejak masa Iqbal  Assegaf. Iqbal merupakan ketua PP Ansor periode 1995-2000. Majunya Iqbal sebagai calon ketua PP Ansor terbilang fenomenal, karena dia sebelumnya tidak tercatat dalam jajaran pengerus PP Ansor di periode sebelumnya, yaitu di masa kepemimpinan Slamet efendi Yusuf. 

Awalnya penulis menduga, bahwa di masa ketua PP Ansor dipegang Slamet sejak 1985-1989 dan 1990-1994, sudah ada potensi kedekatan kader Ansor Jombang dengan pengurus PP Ansor. Mengingat salah satu kader Ansor Jombang, Hafidz Maksum, pernah menjabat sebagai Ketua PC PMII Jogja pada 1972-1973. Dimana periode sebelumnya Slamet Efendi Yusuf lah yang menjabat ketua PC PMII Jogja. 

Namun setelah dikroscek ternyata tidak, Hafidz pada tahun 1985 sudah aktif di PPP. Beliau berkiprah di PC Ansor Jombang pada masa sebelumnya, pada 1978 ketika zamannya Muhammad Baidhowi, serta pada periode berikutnya di awal 80-an ketika ketua PC nya dipegang  Pak Sochib, dari Tapen. Kembali ke Iqbal..., bekal Iqbal maju dalam bursa ketua umum adalah karena beliau mantan ketua PB PMII. Peluangnya terbuka setelah salah satu ayat dalam tata tertib kongres, yaitu ayat 11 dihapus. Ayat ini menyatakan bahwa calon ketua umum harus berasal dari lingkungan GP Ansor, yang punya pengalaman duduk di pimpinan pusat maupun wilayah. Sedangkan Iqbal tidak memenuhi persyaratan tersebut.  

Mengenai hal ini H. Rosyad Sambong menjelaskan, bahwa Iqbal bisa maju ke bursa ketua umum, salah satunya karena mendapat rekom dari PC GP Ansor Bogor. Ya..., ketika itu H. Rosyad adalah representai  Ansor Jombang yang dekat dengan Iqbal Assegaf. Kedekatan ini terjalin sejak Iqbal maju sebagai salah satu kandidat ketua umum. Iqbal yang ketika itu juga merupakan kader muda Golkar bertemu dengan H. Rosyad yang notabene sebagai penasihat Ansor, dan kebetulan juga merupakan pengurus DPD Golkar Jombang. “Ketika Nyalon ketua umum, Iqbal minta antar saya sowan ke Kyai-Kyai Jombang.” Terang H. Rosyad. Kedekatan tersebut terjalin lebih intens di masa-masa berikutnya.

Selain Iqbal, tercatat Ali Masykur Musa yang juga mantan ketua PB PMII yang berangkat dari luar struktur pengurus PP GP Ansor. Ada juga  yang terbilang calon kuat ketika itu, yaitu Choirul Anam atau akrab disapa Cak Anam, yang merupakan Ketua PW Ansor Jawa Timur. Karena berangkat dari Jawa timur, maka Cak Anam berusaha sebisa mungkin merengkuh suara PC Ansor se Jawa Timur untuk mendukungnya. Namun ternyata tidak semudah itu, suara Jatim yang menjadi basisnya, terpecah. Bahkan suara pengurus PC Ansor Jombang, yang ketika itu dikomandani H. Muslik Jagalan, juga terbelah. Ada kubu yang mendukung Iqbal, dan ada kubu yang mendukung Cak Anam.

Kongres tahun 1995 tersebut diselenggarakan di Palembang, H. Muslik sendiri sebagai Ketua PC berhalangan hadir. Beliau kemudian mengutus dua orang pengurus harian berangkat ke Palembang, yaitu Taufiq Jalil (sekretaris) dan Muhdlor (wakil Sekretaris). Selain dua orang  tersebut, dari Jombang juga hadir H. Rosyad yang menjadi salah satu tim sukses Iqbal. Oleh karenanya Beliau datang ke Palembang atas fasilitas khusus dari Iqbal. Singkat cerita, Iqbal akhirnya menang. “Dari Jawa Timur sendiri Iqbal bisa dapat 18 suara.” Terang H. Rosyad. 

Iqbal yang dikenal cemerlang itu, karena selain dokter hewan lulusan IPB, beliau juga wirausahawan dan  pengurus pusat KNPI, serta dikenal dekat dengan Menpora Hayono Isman, sayangnya tidak bisa melanjutkan kepemimpinannya satu periode penuh, karena meninggal dunia tak lama setelah gelombang reformasi bergulir pada 1998. Begitu dapat kabar duka dari keluarga Iqbal, H. Rosyad langsung terbang ke kediamannya yang tak jauh dari Pasar Minggu Jakarta Selatan. 

Cak Anam dalam bukunya “Konflik Elit PBNU seputar Muktamar” mempunyai catatan sendiri seputar kemenangan Iqbal atas dirinya. "Dalam Kongres GP Ansor XI Palembang, 11-15 September 1995, saya menempati urutan kedua (90 suara) setelah Moh. Iqbal Assegaf (100 suara). Sedang Mudjib Rahmat diurutan ketiga (30 suara). Setelah sidang formatur nama saya dan Mudjib tidak masuk dalam kepengurusan PP GP Ansor. Saya dan Mudjib bisa saja kompromi mengumpulkan pendukung untuk membikin GP Ansor tandingan. Apalagi suara pendukung saya dan pendukung Mudjib jauh lebih besar dari yang diperoleh Iqbal". Catatan ini konteksnya adalah untuk membandingkan dengan gerakan Abu Hasan yang membuat kubu NU tandingan, setelah kalah dari Gus Dur di muktamar Cipasung Tasikmalaya, Jawa Barat, pada Desember 1994. 

Selanjutnya.., Kekalahan Cak Anam ini melahirkan dampak yang tidak mudah pada kepemimpinan H. Muslik. Melalui sebab yang kompleks, akhirnya muncul mosi tidak percaya pada kepemimpinan H. Muslik. Gerakan ini terus menggelinding dan membesar, sehingga akhirnya H. Muslik harus turun jabatan sebelum waktunya. 

M. Fathoni Mahsun
Kader Ansor Jombang

23/07/2016

Pengetahuan Dasar Bermain Pokemon


Monster Pokemon yang bernilai poin dikenal CP (Combat Points) dan Statistik Pokemon pada game Pokemon go, Setelah kita menangkap Pokemon, kita akan disuguhkan dengan statistik atau data yang terdapat pada pokemon tersebut. Ada CP (Combat Point) yang menandakan kekuatan dari pokemon, semakin tinggi CP, maka daya tarungnya juga akan semakin kuat. Apa itu CP yang nongol-nongol di atas Pokemon kamu? Dalam Pokemon Go, CP adalah singkatan Combat Power atau Combat Point, sebuah point yang menentukan segimana kuat Pokemon kamu ketika battle dengan Pokemon lain, atau bisa disebut sebagai tingkat kekuatan. Makin tinggi CP, maka akan lebih mudah mengalahkan Pokemon lain dalam Battle di Gym, maka CP adalah status paling penting dalam permainan ini. Makin tinggi level kamu, kesempatan kamu menemui Pokemon dengan CP tinggi juga makin besar. Pemahaman tentang CP sangatlah krusial dalam Pokemon Go karena menentukan kekuatan tim kamu, baik untuk menguasai ataupun melindungi Gym. Kamu bisa melihat CP masing-masing Pokemon langsung di menu Pokemon, dan juga dapat diurutkan berdasarkan CP mereka. Ada nilai maksimal CP yang ada untuk masing-masing Pokemon yang dapat kamu tingkatkan. Kamu dapat meningkatkan CP dengan cara sebagai berikut:

 1. Menggunakan Candy dan Stardust Kamu dapat menemukan Stardust dengan menangkap Pokemon apapun, kamu juga dapat mendapatkan Stardust lain ketika Level kamu naik. Fungsi utama dan satu-satunya Stardust adalah meningkatkan CP Pokemon kamu, bagusnya Stardust adalah sangat universal, bisa didapat kapan saja dan untuk siapa saja, sehingga kamu bisa fleksibel memakainya. Sebaliknya Candy adalah benda yang hanya bisa dipakai untuk satu jenis Pokemon saja. Sehingga sangatlah penting untuk menangkap Pokemon yang kembar-kembar, untuk ditukar dengan Professor Willow untuk mendapatkan Candy sebagai CP atau evolve Pokemon. Untuk menaikkan CP Pokemon kamu, kamu butuh satu candy dan sekitar 200 sampai 800 Stardust, dengan cara ini kamu biasanya akan menambah 20 sampai 80 CP. Cara untuk melakukannya, masuk ke menu salah satu Pokemon kamu dan klik Power Up. Garis putih di atas Pokemon menandakan nilai maksimal CP yang bisa dicapai.

2. Melakukan Evolve Cara lain untuk meningkatkan CP yaitu dengan melakukan evolve Pokemon kamu, yang mana membutuhkan Candy. Tergantung jenis dan tahap evolusinya, Candy yang dibutuhkan beragam. Demikian menurut kisah Anis Kurniawari saat memainkan Pokemon.

Mari Bermain Game Pokemon

 
MARI KITA BERMAIN GAME POKEMON
Game ini sangat menarik, game ini disukai semua kalangan, hal ini terlihat dari maraknya gamer-gamer ibu kota berburu Pokemon. Ada beberapa manfaat bermain Game ini, sebagaimana dilansir dari Metrotvnews.com, Yogyakarta bahwa Demam bermain Pokemon Go mulai menjangkit anak muda Indonesia. Game yang baru dirilis di 27 negara dua hari lalu ini telah membuat anak muda rela menghabiskan waktunya berjam-jam untuk berburu monster Pokemon. Psikolog Pendidikan dari UGM Prof. Koentjoro menyarankan, bermain Pokemon Go maksimal dua jam dalam sehari. Lewat dari dua jam, game garapan Niatic bekerja sama dengan Nitendo dan The Pokemon Company ini akan menimbulkan efek negatif pada anak-anak. Menurutnya, bermain Pokemon Go lebih dari dua jam akan menyebabkan kepekaan sosial dan kecerdasan emosional anak berkurang. "Saat bermain pokemon tak ada rasa empati dan etika. Sementara saat bermain dengan teman-teman sebaya di masyarakat anak belajar empati dan etika," jelasnya di Yogyakarta, Selasa (19/7/2016). Saat bermain Pokemon Go, anak belajar untuk selalu menang dan mendapatkan apa yang dinginkan. Jika tidak, sang anak akan merasa emosi. Maka ia menyarankan orangtua perlu mendampingi anak saat bermain Pokemon Go. "Saat anak kalah, ortu perlu menjelaskan bahwa hidup itu tidak melulu harus menang. Ortu juga harus tegas membatasi jam bermain anak. Dan menjelaskan cara melampiaskan emosi saat kalah," jelas dia. Sementara itu Pengamat Sosial dari UGM Derajad Widhyarto melihat Pokemon Go menimbulkan pseudo sosial yakni sebuah keadaan yang membuat orang seolah-olah berinterkasi sosial padahal kenyataannya tidak. "Kenyataannya pokemon itu adalah permainan ketangkasan. Lingkungan dalam game bukan lingkungan sosial yang nyata yang mengandung etika, kesopanan dan hukum sebab akibat dalam masyarakat,"pungkas Pengajar Kritik Sosial Teknologi Depatermen Sosial Fakultas Sosial dan Politik UGM ini.
 Pembodohan dan kedunguan adalah motto permainan ini, semakin tidak peduli dengan norma dan apatis sosial, semakin fokus memainkan permainan ini, maka semakin tinggi pula kemungkinan untuk menang.


 Game ini memiliki banyak trik-trik dan rahasia guna mendapatkan Monster Pokemon.

Sabar Inda Shodmatil Ula

SABAR INDA SODMATIL ULA 

  Saat ngaji rutinan Rabu malam di rumah Mas Andik (depan Bank Mega Jombang) beberapa waktu lalu, Rois Syuriah PCNU KH Abd Nasir Fattah sempat menyampaikan bahwa sabar itu harus seketika itu juga. Tidak boleh ditunda. ’’Assobru inda sodmatil ula. Sabar iku kudu saknaliko,’’ tuturnya.   Kiai Nasir lantas cerita bahwa suatu ketika ada orang kena musibah. Lalu Nabi memerintahkan agar orang tersebut sabar. Namun dia tidak bisa langsung sabar. ’’Setelah beberapa hari, orang itu baru bilang kepada Nabi bahwa dia telah bersabar. Rosul menjawab, sabarmu sudah tidak ada manfaatnya,’’ jelasnya.   Kenapa sabar harus inda sodmatil ula?   Hipertensi dan diabetes merupakan faktor resiko tertinggi penyebab serangan jantung dan stroke.  Hipertensi dan diabetes yang tidak terkontrol bisa menyebabkan sumbatan maupun pecahnya pembuluh darah di otak yang memicu stroke. Juga bisa memicu sumbatan dan pecahnya pembuluh darah di jantung yang menyebabkan serangan jantung.  ’’Sampai saat ini, serangan jantung masih menjadi penyebab kematian terbanyak,’’ kata Wakil Rektor Unipdu, H Ahmad Zakariyah M.Kes saat mengisi kajian Ramadan yang diadakan Pusat Studi Alquran Unipdu di Islamic Center Unipdu Rejoso (28/6/2016).   ’’Penyebab tertinggi diabetes dan hipertensi ini yang 80 persen adalah karena gaya hidup dan stress. Pengaruh keturunan hanya 20 persen,’’ paparnya. Gaya hidup ini terkait pola, porsi, jenis dan frekuensi makan. ’’Pola, porsi, jenis dan frekuensi makan ini tidak boleh monoton,’’ paparnya. Disitulah manfaat puasa.   Sedangkan untuk stressor, bisa berawal dari dalam maupun dari luar. ’’Perilaku bohong bisa menjadi stressor dari dalam tuturnya,’’ ucap Zakariyah. Saat bohong, muncul ketegangan dalam tubuh. Karena ada pertentangan antara ego dan super ego. Ada pertentangan dalam hati nurani.   Hal ini menyebabkan hormon yang diproduksi tubuh berubah. Sistem-sistem dalam tubuh juga berubah. ’’Sekali bohong, akan memicu kebohongan-kebohongan lain. Nah, bohong yang terus menerus bisa menjadi stressor pemicu serangan jantung maupun stroke dari dalam,’’ bebernya.   Stressor dari luar, kata Zakariyah, bisa diatasi dengan manajamen tensi. ’’Misalnya ketika kita ingin punya istri cantik. Tapi kenyataannya punya istri jelek. Maka kita bisa menghilangkan ketegangan dengan menghadirkan keyakinan bahwa pasti istri saya di surga nanti sangat cantik,’’ jelasnya.   Demikian pula saat kena musibah.  Ketabahan dan kesabaran bisa menjadi penolak stress. Itulah sebabnya, Nabi menyatakan bahwa sabar haruslah inda sodmatil ula, seketika itu juga. Jika setelah tiga hari kena musibah baru sabar, barangkali sudah stroke atau kena serangan jantung.


(Rojiful Mamduh)

16/07/2016

KAFA BILLAHI SYAHIDA

KAFA BILLAHI SYAHIDA

Saat ngisi kajian Ramadan yang digelar Pusat Studi Alquran Unipdu di Islamic Center Unipdu Rejoso Rabu (15/6/2016), KH Cholil Dahlan menyinggung makna wa kafa billahi syahida (QS An Nisa 79).   ’’Sahabat tanya kepada Nabi, makna wa kafa billahi syahida itu apa ya Rosul?’’ kata Pengasuh Pesantren Darul Ulum Rejoso yang juga ketua MUI Jombang  ini. ’’Rosul menjawab, jika kalian berdagang kemudian tak ada untung sekalipun, maka disitu tetap ada keberkahan yang diberikan Allah,’’ lanjut Kiai Cholil. Kafa billahi syahida juga bermakna bahwa Allah punya sistem untuk menjaga orang beriman. ’’Kalau Anda mau makan atau minum, kemudian makanan atau minuman itu jatuh, bisa jadi itu adalah cara Allah untuk menjaga Anda dari kejelekan yang terdapat didalamnya,’’ paparnya.   Beberapa waktu lalu, saya beli sirup di swalayan. Setelah seminggu, sirup itu baru mau saya buka. Betapa terkejutnya ketika melihat di tutup botol tertera bahwa masa kedaluwarsanya jatuh pada Maret 2016. Padahal saya membelinya Juni 2016. Karena beli sudah seminggu, struk pembeliannya otomatis tak karuan. Namun saya tetap membawanya ke swalayan yang menjualnya. ’’Diganti untung, tidak diganti pun mudah-mudahan bisa bermanfaat untuk mengingatkan pihak swalayan agar tidak sembrono,’’ batin saya.   Pihak swalayan ternyata menanggapi dengan baik. Dia mau menggantinya. Saya langsung menaruhnya di motor. Kemudian muter-muter tidak langsung pulang. Piyuarrr.. Ditengah jalan sirup itu mendadak jatuh dan pecah di aspal..   Saya langsung ingat pengajian Kiai Cholil diatas. Kata orang Jawa, gurung rezekine. Wa kafa billahi syahida…
(Rojiful Mamduh)

SILATURRAHIM

SILATURAHIM 
Ketua MUI Kabupaten Jombang, KH Cholil Dahlan, meminta masyarakat lebih mengutamakan silaturahim untuk mengisi libur lebaran. ’’Saat liburan Idul Fitri, di tempat-tempat wisata biasanya digelar berbagai macam hiburan. Kita berharap masyarakat lebih mengutamakan mengajak anak-anak silaturahim daripada mendatangi hiburan semacam itu,’’ katanya, kemarin (8/7/2016). Hal itu menurutnya perlu dilakukan agar anak mendapatkan manfaat sebenarnya dari Idul Fitri. ’’Ajaran utama Idul Fitri inikan silaturahim. Menyambung kekerabatan. Dan saling bermaaf-maafan. Kalau untuk mendapatkan hiburan atau ke tempat wisata, di luar Idul Fitri juga masih bisa,’’ terangnya. Silaturahmi itu sendiri, kata Kiai Kholil, manfaatnya sangat banyak. ’’Bisa memperanjang usia dan meluaskan rezeki. Kalau ingin anak soleh/solehah, rajin-rajinlah ajak silaturahim. Baik kepada sanak keluarga maupun ulama,’’ sarannya. Saat Khutbah Idul Fitri di Masjid Agung Baitul Mukminin Rabu (6/7/2016), pakar tafsir Quran Pesantren Tebuireng Dr KH Mustain Syafiie memaparkan penelitian terkait manfaat silaturahmi. Penelitian ini dilakukan di Amerika pada 1964-1976. Penelitian ini melibatkan tujuh ribu penghuni panti. ’’Penelitian ini untuk melihat perbedaan penghuni panti jompo yang rajin bersosialisasi/silaturahmi dan yang senang menyendiri mengurung diri,’’ paparnya. Hasilnya cukup mencengangkan. ’’Yang rajin bersosialisasi, usianya lebih panjang dan wajahnya lebih fresh (segar). Biaya hidupnya, juga lebih hemat 30 persen,’’ paparnya. Sebaliknya, yang enggan bersosialisasi/silaturahmi, usianya lebih pendek, wajahnya lebih muram dan biaya hidupnya lebih boros 30 persen. Saat khutbah Jumat di masjid PP Sunan Ampel Jombang (8/7/2016), Ust Sugondo membacakan hadist. Jika ingin hisab akhiratnya ringan, lakukanlah tiga hal. Pertama, tukti man haromaka, weweh/beri kepada orang yg tidak weweh kepada kita. Kedua, wakfu amman zolamaka. Nyepuro orang yg menzalimi. Ketiga, wasil man qotoaka. Nyambung silaturahmi kepada orang yg memutus tali silaturahmi.. Semoga Allah memberi kita Taufiq dan hidayah untuk bisa melaksanakn ketiganya.. (Rojif)

02/07/2016

Puluhan Peserta Sanlat Ansor Jombang Masuk PTN



                Usaha  Ansor Jombang  membantu generasi muda Nahdliyin masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tidak sia-sia.  Data terakhir sampai 2 Juli 2016 , sebanyak 39 orang santri Pesantren Kilat (Sanlat) besutan Ansor Jombang, telah konfirmasi diterima di PTN pilihan. Data ini masih berkembang mengingat masih ada beberapa  yang belum konfirmasi.
Dalam menyelenggarakan Sanlat ini, Ansor Jombang bekerja sama dengan Mata Air Fondation dan Bimbingan Pasca Ujian Nasional (BPUN), yang bertindak sebagai panitia nasional. “Tahun 2016 ini adalah tahun keenam kami menyelenggarakan Sanlat, terhitung sejak 2011,” jelas Zulfikar D. Ikhwanto, Ketua GP. Ansor Jombang.
Sehingga secara agregat lulusan Sanlat Jombang sejak enam tahun terakhir ini mencapai ratusan, yang tersebar di berbagai PTN di Indonesia. Selain dipersiapkan sebagai kader Nahdliyin  masa depan, mereka juga dipersiapkan secara khusus agar bisa mengimbangi gerakan Islam garis keras yang saat ini berkembang demikian rupa di kampus-kampus. “Kontak person penerimaan anggota baru PMII di UB tahun ini adalah lulusan Sanlat Jombang,” terang Zulfikar mengenai kiprah lulusan Sanlat Jombang. Jika digabung dengan lulusan Sanlat atau BPUN dari kota-kota lain, maka BPUN ini menjadi gerakan yang sangat strategis bagi kiprah NU di masa mendatang, karena upayanya memasukkan ratusan kader Nahdliyin ke PTN setiap tahunnya.
Sanlat 2016 kali ini diselenggarakan di Ponpes Mamba’ul Hikam, Jatirejo, Diwek Jombang, sejak 27 April sampai 20 Mei. Kegiatannya selain diisi materi akademik untuk menghadapi SBMPTN juga diisi dengan kegiatan non akademik. “Kami juga mengajarkan kajian kitab kuning, berjam’ah, dan hidup ala santri.” Terang Gus Muzani, Koordinator Sanlat, yang sekaligus pengasuh Ponpes Mamba’ul Hikam. Pengajian kitab kuning yang dimaksud adalah kitab Arba’in Nawawi.
Tak cukup sampai di situ, santri Sanlat juga dibekali dengan materi ke-NU-an, praktek-praktek ibadah, seperti toharoh, tata cara sholat yang benar, hingga khutbah jum’at. Selain itu, setiap selesai jama’ah maghrib, santri Sanlat mengikuti kultum dimana para pematerinya adalah mereka sendiri. Yang tidak kalah menarik adalah, setiap senin dan kamis mereka diwajibkan puasa, sebagai bentuk riyadhoh batiniyah.
Prestasi santri Sanlat yang dididik sedemikian rupa hingga bisa masuk ke PTN impian itu, tentu saja membuat bangga dan bahagia, baik yang bersangkutan sendiri, penyelenggara dalam hal ini Ansor Jombang dan Ponpes Mamba’ul Hikam, serta orang tua. “Kami memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT., dan menghaturkan terima kasih kepada Ansor Jombang, sehingga putra kami bisa lolos ke PTN yang diidamkan, yaitu UB.” Ungkap H. Masrur salah satu orang tua santri Sanlat, dengan mimik berbinar.  Dia juga mengungkapkan bahwa sikap anaknya kini lebih ber-Aswaja setelah mengikuti Sanlat.
               Sementara itu, kegiatan yang padat meski terasa berat namun memunculkan kebersamaan tersendiri bagi para santri. “Kesannya ikut Sanlat seru, karena dapat keluarga baru.” Ungkap Khafli, santri Sanlat yang kini diterima di Fakultas Psikologi Universitas Negeri Malang.  Dalam hal kualitas,  Santri Sanlat ternyata tidak bisa diremehkan. Contohnya saja Kholis, remaja lulusan SMA A. Wahid Hasyim Tebuireng ini berhasil diterima di UGM pada fakultas filsafat. UGM sendiri bagi Kholis merupakan pilihan pertamanya pada SBMPTN, pilihan kedua dia mengambil Hukum Unej. (Fathoni M.)