23/01/2017

MASUKNYA BELANDA KE JOMBANG

MASUKNYA BELANDA KE JOMBANG (Mengenang Akhir Desember 1948) 

M. Fathoni Mahsun


 Tanggal 29 Desember 1948 menjadi sangat penting artinya bagi Jombang. Karena ini merupakan awal dari huru-hara besar bernama agresi Belanda ke II. Kelak, sejak tanggal tersebut terjadi beberapa kali perang, baik dalam skala besar yang mengakibatkan banyak korban jiwa, atau dalam skala kecil. Generasi saat ini mungkin tidak banyak yang tahu bahwa di hampir seluruh jengkal tanah di Jombang pernah terjadi perang. Masuknya Belanda ke Jombang sebenarnya sudah diantisipasi jauh-jauh hari.  Bahkan sejak beberapa hari setelah merdeka. Karena dengan kalahnya Jepang oleh sekutu, maka bisa diramalkan bahwa Sekutu akan mengambil alih Indonesia. Dan bagian dari anggota Sekutu adalah Belanda. Maka tindakan antisipasi yang dilakukan setelah merdeka adalah, membentuk angkatan perang bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR). Pembentukan BKR ini diperintahkan langsung oleh Presiden Soekarno dan diberlakukan di seluruh wilayah Indonesia. Di Jombang dipimpin oleh mantan Cudancho PETA, Kretarto, yang kemudian berpangkat letnan kolonel. BKR ini dikemudian hari berubah nama menjadi TKR, TRI, lalu TNI. BKR pimpinan Kretarto ini lah yang merupakan cikal-bakal KODIM Jombang saat ini. Pembentukan BKR mendapat momennya ketika terjadi peristiwa 10 November 1945 di Surabaya. Ketika itu partisipasi masyarakat untuk mendaftar menjadi prajurit sangat besar, baik yang langsung mendaftar melalui BKR, atau yang mendaftar lewat badan kelasykaran, terutama melalui Hisbulloh. Dalam catatan sejarah yang penulis dapatkan, satu kali masa pendaftaran saja, Hisbulloh menerima 4000 pendaftar. Namun karena keterbatasan tenaga pelatih dan logistik, maka yang diterima hanya 1000 orang saja. Pada akhirnya suatu hari kelak, sebagian anggota Hisbulloh tersebut digabungkan dalam TRI sebanyak satu batalyon. Masuknya Belanda ke Jombang diawali mendaratnya Belanda di pantai Gelondong dekat Tuban, pada 18 Desember 1945. Beberapa antisipasi dilakukan oleh BKR pimpinan Kretarto, untuk menahan gerak Belanda masuk ke Jombang. Namun sebelum masuk ke Jombang, di Mantub dan Ngimbang sudah ada pasukan yang didrop dari berbagai daerah di Jawa Timur, untuk menghalau pergerakan Belanda. Walau akhirnya pertahanan yang dibangun pasukan tersebut jebol. Mendapati keadaan demikian, selain menempatkan pasukan untuk menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi, sebelum Belanda benar-benar merengsek ke Jombang, maka di Ploso diadakan bumi hangus pada tanggal 20 Desember 1948. Diantara yang dibumihanguskan adalah jembatan-jembatan, pasar, serta tempat-tempat penting. Menurut saksi sejarah yang penulis temui, pasar Kabuh termasuk yang dibumihanguskan, dengan cara dibakar habis. Penempatan pasukan di sebelah utara Jombang, bertempat di sekitar pasar Kabuh dan Ploso. Diantaranya pasukan di bawah pimpinan Lettu Indon, batalyon Djarot Subianto, dan batalyon Darmosugondo. Markas Darmosugondo ketika itu bertempat di sebuah rumah di barat pasar Kabuh. Sebelum ditugaskan menghalau Belanda dari arah Tuban, pada tahun 1947, Darmosugondo ditugaskan menghalau Belanda dari arah Gempol Kerep. Ketika itu Darmosugondo memerintahkan anak buahnya yang bekerjasama dengan masyarkat membuat kali di utara Brantas, membujur ke utara mendekati kali Marmoyo. Sedangkan markasnya bertempat di Kudu. Namun pasukan-pasukan yang ditempatkan di Kabuh  dan Ploso itu, akhirnya tidak bisa menahan pergerakan pasukan Belanda dari arah Tuban yang dikawal pesawat dan kendaraan lapis baja. Pasukan TNI  di Kabuh dan Ploso akhirnya mundur ke desa Rapahombo, Pojok Klitik dan Jipurapah, bersamaan dengan jatuhnya Ploso pada tanggal 25 Desember 1948. Perang-perang berikutnya akhirnya dilakukan dengan menggunakan strategi gerilya, bukan lagi dengan cara frontal, karena kalah unggul dalam persenjataan. Mengetahui pertahanan di Kabuh dan Ploso Jebol, maka pada 26 Desember 1948, di dalam kota Jombang dilakukan bumi hangus. Tempat-tempat penting sebisa mungkin dihancurkan dengan cara dibom agar tidak bisa dimanfaatkan Belanda. Diantara tempat-tempat penting yang dibumihangsukan itu adalah, pendopo kabupaten, pasar-pasar, kantor-kantor pemerintahan, jembatan-jembatan, pabrik-pabrik gula (dulu di Jombang ada 10 pabrik gula, yang 8 dibumihanguskan), RS Mojowarno, dan lain-lain. Sementara itu di timur Jombang, sudah diperintahkan pasukan untuk mengganggu Belanda yang ketika itu sudah menguasai Mojokerto. Diantaranya adalah batalyon Bambang Yuwono yang bermarkas di Mojoagung, kebagian menyerang Pugeran dan Mojosari. Batalyon Soetjipto dan Mansyur Solikhi menyerang Pacet. Batalyon Mobile Brigade pimpinan Mayor tituler Soetjipto Danukusumo, menyerang Dinoyo. Namun, usaha yang sedemikian rupa itu, ternyata tidak mampu menghalau pergerakan Belanda ke Jombang. Belanda merengsek ke Jombang dari utara dan timur sekaligus. Walhasil tanggal 29 Desember 1948 Jombang jatuh ke tangan Belanda. Yang notabene setelah perjanjian Renville, merupakan daerah RI paling timur. Di timurnya lagi, yaitu Mojokerto sudah merupakan daerah kuasaan Belanda.

0 komentar:

Post a Comment