17/08/2016

Metamorfosis Ansor Menjadi Hisbulloh

Tadarus Sejarah Ansor Jombang #4






Meskipun telah ada sejak 1934, bukan berarti eksistensi Ansor (yang ketika itu bernama Ansor Nahdlatul Ulama -ANU) selalu ada di muka bumi ini. Ansor pernah “hilang”, yaitu ketika Jepang membubarkan seluruh organisasi kemasyarakatan, organisasi kepanduan, dan organisasi kepemudaan yang ada di Indonesia. Pada September 1943 Jepang akhirnya mengizinkan NU dan Muhammadiyah hidup lagi. Namun Ansor masih tetap bobok manis sampai beberapa waktu kemudian. Tokoh-tokohnya seperti Tohir Bakri selanjutnya menyokong kepengurusan Tanfidziah PBNU.
Ketika carut-marut persoalan bangsa sudah mulai terurai, yaitu bahwa Indonesia sudah memproklamirkan kemerdekaan, serta agresi pertama dan kedua sudah berhasil dibereskan, maka pemikiran untuk membangunkan Ansor mulai muncul. Menariknya, Cak Anam dalam bukunya “Gerak Langkah Pemuda Ansor” mengungkapkan, bahwa orang pertama kali  yang melempar ide membangunkan Ansor kembali adalah Chusaini, mantan anggota Ansor yang baru saja kembali dari medan pertempuran di seputar Jombang, Mojokerto dan Tuban.
Penulis memang tidak berhasil mendapatkan informasi lebih lanjut, Chusaini yang disebut-sebut Cak Anam ini menjadi anak buah siapa ketika bertempur. Namun keberadaan Chusaini yang ikut bertempur, melemparkan ingatan saya pada Hisbulloh. Ya Hisbulloh..., sebuah organisasi kepanduan selain PETA, yang diusulkan oleh Wahid Hasyim pada Jepang, untuk mengakomodir kalangan santri. Kuat dugaan Chusaini ini juga anggota Hisbulloh.
Ansor boleh saja tidak boleh bangun oleh Jepang, tapi kaum santri yang direpresentasikan oleh Wahid Hasyim tidak kurang akal, bendera Hisbulloh dikibarkan. Hairus (2004) menulis, bahwa hampir seluruh pemuda pesantren, dan terutama sekali yang menjadi anggota ANU, bergabung ke dalam tentara Hisbulloh. Bahkan sejak zaman Jepang hingga tahun-tahun setelah kemerdekaan itu seluruh aktivitas ANU tertumpah dalam kegiatan Laskar Hisbullah. Bahkan lambang Hisbulloh yang didirikan 1943 ini mirip dengan lambang ANU.
Di Jombang gagasan pembentukan Hisbulloh ini segera diwujudkan. Pada sekitar akhir 1943 atau awal 1944, KH Mahfudz Anwar Seblak mengirimkan santri-santrinya untuk dilatih di Cibarusa Bogor, pusat penggemblengan anggota Hisbulloh, mereka itu adalah Hasyim Latif, Sa’dulloh Khumaidi, dan Maksum. Dalam tulisan Abdul Jalal (1992), sebenarnya ada 4 orang santri yang dikirimkan, tapi satu nama tidak tesebut  karena menunggu keterangan dari Khumaidi, mungkin karen lupa atau terlewat akhirnya satu nama tersebut tidak tertulis di sejarah.  
Para personel yang dikirim ke Cibarusa ini, termasuk 4 orang dari Jombang kemudian ditunjuk untuk melatih anggota Hisbulloh di daerahnya masing-masing. Mereka selanjutnya menunjuk 25 pemuda pilihan untuk dididik menjadi kader militer profesional. Tidak hanya latihan fisik, Hisbulloh Jombang juga mendapat latihan rohani yang dipimpin langsung oleh Wahid Hasyim. Mereka diajak bersama-sama untuk mengamalkan hisib rifa’i, hisib bahr, hisib nawawi dan lain-lain.
Tidak lama berselang, situasi menjadi kacau sehingga tidak dimungkinkan dilakukan latihan intensif lagi. Berita-berita di radio mengatakan bahwa pulau-pulau di sekitar Pasifik yang dikuasai Jepang satu persatu jatuh ke tangan Amerika. Demikian juga Tokyo sudah dibom oleh negeri Paman Sam tersebut. Beredar prediksi bahwa Jepang akan segera kalah. Oleh karenanya para pimpinan Nasional termasuk juga Wahid Hasyim, bertindak cepat untuk mempersiapkan kemerdekaan. Hingga akhirnya diproklamasikanlah kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Seiring dengan perintah Presiden Soekarno untuk membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Kyai Hasyim Asy’ari menginginkan Hisbulloh Jombang untuk segera dibentuk. Keinginan ini beliau sampaikan ke H. Affandi Jagalan, sewaktu bertemu di Masjid Jami’. Oleh H. Affandi segera ditindaklanjuti dengan mencari orang yang bisa mempelopori pembentukan Hisbulloh di Jombang. Pilihan pun kemudian jatuh ke Wahib Wahab Tambak Beras, yang notabene merupakan mantan anggota PETA berpangkat Shudancho.
Dari sini muncul cerita menarik, Wahib ketika itu dicari oleh H. Affandi beserta dengan kemenakannya yang juga mantan anggota PETA, ke Hotel Semeru. Karena biasanya dia tidur di situ, namun ternyata tidak ada. Pencarian kemudian dilanjutkan ke Hotel Lam Yang di Jl. Veteran, Wahib yang sedang tidur karuan saja terkejut, apalagi H. Affandi sampai menggebyurkan air untuk membangunkannya. “Ada apa?” katanya. “Baiknya kita pulang saja.” Saut H. Affandi. Mereka bertiga akhirnya ke Tambak Beras menemui Kyai Wahab.
Kepada Kyai Wahab, H. Affandi menyampaikan mendapat perintah dari Kyai Hasyim untuk membentuk Laskar Hisbulloh. Dan pimpinannya sudah ditunjuk yaitu Wahib. Kyai Wahab sebenarnya keberatan, soalnya kata beliau, Wahib anaknya bandel. H. Affandi tetap bersikukuh, karena untuk mengatasi kebandelannya Wahib biar diselesaikan oleh kyai Wahab sendiri. “Terserah kamu,” Jawab Kyai Wahab akhirnya.
Pada 7 Oktober 1945 diselenggarakan lah rapat penyusunan struktur Hisbulloh Jombang di rumah H. Affandi Jagalan. Sa’dulloh Khumaidi dan Hasyim Latif yang merupakan jebolah Cibarusa didapuk untuk membantu Wahib. Setelah struktur kepengurusan terbentuk, timbul kebutuhan untuk memiliki markas. Entah bagaimana caranya, akhirnya Pabrik Gula Djombang Baru dijadikan markas. Tempat ini yang kemudian digunakan untuk merekrut calon anggota baru.
Demi merektrut anggota baru, Wahib meminta untuk disebarkan undangan atau selebaran yang isinya meminta kepada seluruh pemuda Islam yang berminat berjuang membela kemerdekaan RI, diharap mendaftar sebagai anggota Laskar Hisbulloh. Selebaran ini dikirimkan ke ranting-ranting Ansor. Ya.., saat itu jalur yang digunakan untuk mengumpulkan para pemuda adalah GP. Ansor. Pemuda yang mendaftar membludak, diperkirakan sampai menyentuh angka 4000 orang.
Kita tidak akan berbicara lebih lanjut tentang peran Hisbulloh, karena ini masih panjang ceritanya. Pada kesempatan ini penulis hanya berkepentingan menyajikan titik temu antara Ansor dan Hisbulloh. Wahib Wahab sendiri akhirnya tidak hanya menjadi pimpinan Hisbulloh di Jombang tapi memimpin Hisbulloh se Karsidenan Surabaya, yang meliputi Surabaya, Gresik, Mojokerto, dan Jombang. Wilayah-wilayah tersebut sesuai dengan wilayah yang disebut Chusaini di atas. Sehingga semakin kuat dugaan, Chusaini yang menggagas kembali dibentuknya Ansor tersebut, juga anggota Hisbulloh.
Jombang, 17/ 8/2016

M. Fathoni Mahsun

Kader Ansor Jombang

0 komentar:

Post a Comment