23/01/2017

BAROKAH TIKAR

BAROKAH TIKAR


Saat ngaji rutin tamasaktum di masjid Ar Roudoh Tugu Sabtu (7/1/2017), Pengasuh PP Assaidiyah 2 Bahrul Ulum Tambakberas yang juga Rois Syuriah MWCNU Jombang Kota, KH Ahmad Hasan menjelaskan tafsir QS Attur 21. Bahwasannya orang beriman yang memiliki anak cucu beriman, kelak akan dikumpulkan di surga. ’’Hubungan orang tua dan anak ini tidak hanya didasarkan pada hubungan darah. Tapi juga nasab keilmuan, atau guru dengan murid,’’ jelasnya.

Kelak, murid yang beriman mengikuti gurunya, juga akan dikumpulkan bersama-sama di surga.


Ayat ini, sekaligus menjelaskan adanya hubungan timbal balik  antara orang tua dan anak. Antara guru dan murid. Jika orang tua nirakati anak atau murid, maka anak dan muridnya bisa baik. Ketika anak dan murid menjadi baik, maka orang tua dan gurunya memperoleh tambahan kebaikan. Saat anak atau murid berbuat kebaikan, maka orang tua dan gurunya mendapat bagian kebaikan tanpa mengurangi pahala sang anak atau murid.


Kiai Hasan lantas cerita penjual tikar yang bernama Pak Mansur asal Madura. Pak Mansur ini sangat memuliakan kiai. ’’Karena yang dimiliki hanya tikar, Pak Mansur ini sering tabarukan dengan memberi tikar kepada kiai,’’ tuturnya.

Putra Pak Mansur ini lantas menjadi kiai besar. Dia adalah KH Tolhah Mansur, pendiri IPNU. Kiai Tolhah Mansur ini diambil menantu KH Wahib putra KH Wahab Chasbullah. Kiai Tolhah Mansur ini punya anak salah satunya Romahurmuzy yang sekarang menjadi ketua PPP pusat.


Kiai Hasan juga cerita seorang wali asal Madura. Awalnya, beliau ini orang biasa. Setiap haulnya Raden Ibrahim alias KH Syamsul Arifin ayahnya KH As’ad Syamsul Arifin, dia selalu mengirim sapi. Nah, KH Syamsul Arifin ini seorang wali. ’’Loh, karena memuliakan KH Syamsul Arifin dengan selalu ngirim sapi setiap haulnya, orang ini akhirnya juga jadi wali,’’ jelasnya.


Ini klop dengan yang disampaikan KH Qoyyum Mansur saat haul KH Bisri Syansuri Denanyar rejeb 2016. Bahwa banyak orang biasa jadi kiai karena orang tuanya memuliakan kiai. Banyak kiai anaknya jadi orang biasa karena ngelokno wong bodo.  Kiai mbarokahi, wong bodo malati. 


Saat ngaji Ihya Ulumuddin juz IV  bab mukasyafah di KH Taufiqurahman Muchid PP Sunan Ampel, ternyata memang ada bagian yang menceritakan ini. Imam Ghozali dawuh, kalau belum bisa mukasyafah, cintailah orang-orang yang mukasyafah, menowo-menowo Allah membuka hatimu sehingga bisa mukasyafah.
(Lutfi Ridho)

0 komentar:

Post a Comment