21/05/2016

Ansor dan Semangat Resolusi Jihad

Ansor dan Semangat Resolusi Jihad

Suatu hari di warung kopi, di daerah Ploso, Jombang, kami terlibat obrolan ringan dengan lelaki berusia udzur. Lelaki itu biasa dipanggil Mbah Jo, entah siapa nama aslinya.

Beliau tiba-tiba bercerita tentang masa perang revolusi. Dalam balutan kulit yg sudah tidak kencang lagi, ternyata ingatannya masih jernih ketika bertutur tentang pertempuran 10 Nopember 1945.
Kebetulan ketika itu kami berlima baru saja selesai memancing di sungai Brantas bersama Mbah Jo.

"Dulu di bulan Oktober 1945, terjadi perdebatan yang sangat sengit menerjemahkan seruan Mbah Hasyim tentang kewajiban berjihad bagi setiap muslim pada jarak masyafatul qosri," begitu Mbah Jo mengawali pembicaraan. Perhatian kami mulai tercuri. Menurut beliau, seruan  ini akhirnya disambut kalangan luas.

Rapat yang dilaksanakan di kantor MWC NU Kecamatan Tembelang yang saat ini di tempati oleh KUA Tembelang itu, juga membahas strategi pertempuran mempertahankan kemerdekaan RI.

Seruan jihad tersebut tersebar cepat di masyarakat. "Kami para pemuda mendengar langsung dari siaran radio RRI Jombang atas perintah jihad Mbah Hasyim Asy'ari." Jelas mantan komandan Brigade Hizbulloh di bawah pimpinan Kyai Wahab Hasbullah itu, sambil menyeruput kopi nya. Seruan ini sebagaimana kita ketahui tersiar melalui radio sebelum seruan perang dari dr. Moestopo, Gubernur Suryo, juga Bung Tomo.

"Trus bagaimana reaksi pemuda-Pemuda saat itu Mbah?", Tak sabar Afif, salah satu peserta obrolan, menyela pembicaraan karena Mbah Jo berkisah agak terbata-bata, karena usia yang tidak bisa lagi muda.
Mbah Jo pun melanjutkan,  "Tersusunlah rundown serangan guna menghalau kedatangan pasukan Sekutu yang akan mendarat di Tanjung Perak Surabaya."

Seakan masih belum puas meneruskan ceritanya, Mbah Jo masih terus bertutur. Menurutnya berita akan datangnya sekutu
disambut dengan semangat yang berkobar di dada. Para santri serta para kyai NU, bahkan sudah siap mengorbankan darah dan nyawanya.

Selain itu peran Mbah Wahab selaku Panglima pertempuran sangat menentukan. Karena beliau terbilang cermat menyusun personil dan strategi, demi menyukseskan sebuah gerakan bersejarah yang terkenal dengan sebutan resolusi jihad. Kesemuanya itu dilakukan demi mempertahankan harga diri Bangsa dan NKRI serta untuk menegakkan  Ahlus Sunnah Wal Jamaah. "Kuwi ngunu jaman biyen le, saiki wis ora ngunu maneh", pungkasnya dengan menghisap Gudang Garam Kretek Merahnya.

Sebagai sayap kepemudaan NU, Ansor seyogyanya mewarisi jiwa patriotisme tersebut. Kini,
Banyak kita jumpai diskusi-diskusi kecil terkait upaya pembebasan Ansor dari penjajahan dalam bentuk lain.

Salah satunya adalah pembebasan organisasi dari ketergantungan pada partai politik, karena hal tersebut dipandang mengganggu kemandirian organisasi. Ketergantungan pada partai mengakibatkan
Ansor bagaikan kerbau dicocok Hidungnya, harus taat dan patuh kepada siapa yang memberi makan.

Memang belum berhasil sepenuhnya, namun harapanya  ada darah perjuangan yang mengalir dari Syuhada-Syuhada dan  Pejuang-Pejuang seperti Mbah Wahab dalam generasi GP.Ansor, sehingga mampu  mengembalikan marwah GP. Ansor sebagai OKP  yang mandiri, merdeka, berdaulat, adil dan makmur berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

M. Lutfi Ridho

0 komentar:

Post a Comment