17/03/2016

Pola Pikir ASWAJA

D.    POLA PIKIR ASWAJA
Nampaklah bahwa pola pikir yang diisyaratkan oleh paham Ahlussunnah Waljamaah adalah taqdim al nas dan rasional. Atau mengutamakan nas tetapi dalam memahami nas itu digunakanlah logika filsafat yang rasional.

1.      Taqdim al-Nas
Pola pikir taqdim al-Nas (mendahulukan petunjuk nas) ini terindikasikan oleh komitmen tegas Ahlussunnah Waljamaah dalam rangka purifikasi (pemurnian) ajaran Islam dari aneka upaya liberalisasi serta pemikiran bid’ah yang kian menggejala dan kompleks.
Purifikasi dimaksud tidak lain ialah menjadikan al-Quran dan al-Sunnah sebagai sumber rujukan vital dalam setiap aspek kehidupan. Yang dalam hal, ini mencakup aspek akidah, ibadah, dan aspek akhlak. Sebagaimana yang dikembangkan oleh Rasulullah SAW. dan para sahabatnya pada periode awal kelahiran Islam.
Dengan pola pikir taqdim al-Nas ini, ajaran Islam akan terhindar dari berbagai nuansa yang bersifat ekstrim. Dalam lingkup akidah, terhindar dari, pemikiran kalam liberal yang terlalu mendewa-dewakan kemampuan akal. Dalam lingkup ibadah, terlepas dari egoisme pembenaran pendapat pribadi ataupun mazhab. Dan dalam lingkup akhlak akan terhindar dari pemikiran-pemikiran mistis non Islam.
Semua aspek kehidupan, praktis akan terpayungi oleh kebenaran “mutlak”al-Quran dan al-Sunnah. Peran logika-filsafat yang menjelma dalam pemikiran kalam, tetap ternaungi oleh kebenaran “mutlak” al-Quran dan al-Sunnah. Perbedaan pendapat fiqhiyah yang memang interpretable, tetap menjadi ikhtilaf-rahmat, Pemikiran-Pemikiran tasawuf pun tetap sejalan dengan Nas. Pemikiran-pemikiran bid’ah seperti paham al ahlul dan wihdah al-wujud (inkarnasi, reinkarnasi) jelas-jelas bukan ajaran Islam; praktis akan tercounter dengan sendirinya.

2.      Rasional
Taqdim al-Nas memang menjadi komitmen pola pikir paham Ahlussunnah Waljamaah, namun secara filosofis tidak berarti menganulir atau menafikan kebenaran rasio (akal). Bahkan akal mendapat tempat yang sangat terhormat dalam paham Ahlussunnah Waljamaah, sejalan dengan penghormatan yang diberikan oleh semangat Nas itu sendiri.
Kata aqal (akal) itu sendiri dengan berbagai bentuk, banyak didengung-dengungkan dalam al-Quran, termasuk juga di dalam al-Sunnah.
Itu berarti, paham taqdim al-Nas otomatis menempatkan rasio dalam tempat yang amat terhormat. Keterhormatannya itu berarti pula memberi semangat kepada umat agar berpola pikir rasional.
Hanya saja, mengingat kemampuan akal sangat terbatas dan variatif, mustahil dapat menembus kebenaran mutlak dan hasilnya bervariasi antara akal yang satu dengan yang lain. maka secara logis pula; akal bukanlah bandingan naql (Nas). Menjadi hal yang irrasional jika sampai mensejajarkan atau membandingkan kebenaran akal dengan kebenaran naql. Sama halnya dengan membandingkan antara kemampuan manusia dengan kemampuan Tuhan.
Oleh karena itu, pola pikir yang dikembangkan dalam paham Ahlussunnah Waljamaah tidak lain ia, menempatkan rasio/akal pada tempatnya. Akal di tempatkan sebagai alat bantu untuk memahami kandungan naql. Itupun terbatas pada apa yang bisa dijangkau oleh kemampuan akal. Sehingga penggunaan ta’wil (penafsiran ayat secara metafores/majazi), dalam paham Ahlussunnah Waljamaah sangat terbatas pada ayat-ayat mutasyabihat (ayat yang maknanya mengandung perserupaan Tuhan dengan makhluk) dan ayat-ayat tertentu lainnya, dengan pana’ wil yang terbatas pula (tidak terlalu mendalam).
Dengan pola pikir yang demikian, maka paham Ahlussunnah Waljamaah justru senantiasa represetatif dalam setiap zaman, sejalan dengan representatif ajaran Islam itu sendiri sampai kapan pun dan di manapun, bahkan dalam keadaan yang bagaimana pun. Akan senantiasa aktual dan up to date.

0 komentar:

Post a Comment