Maksud periode tabi’in dalam hal ini ialah
periode pasca kekhalifahan sahabat Ali bin Abi Talib kw. yang ditengarai oleh
munculnya sekte-sekte Islam yang banyak mendapat sorotan para ulama dan ahli
sejarah, seperti:
a. Qadariyah
b. Murji’ah;
dan
c. Jabbariyah.
Qadariyah dengan pendirinya Ma’bad aljuhani
dan al-Dimasyqi, antara lain berpendapat bahwa manusia memiliki qadar
(kemampuan) sendiri untuk menciptakan perbuatannya tanpa campur tangan sama
sekali Tuhan.
Sedangkan pendapat yang paling menonjol
dari sekte Murji’ah yang dipelopori oleh Hasan bin Bilal al Muzni, Abu Salah
al-Saman, Sauban dan Dirar bin Umar, ialah menangguhkan hukuman duniawi hingga
hari kiamat. Hal ini lebih dilatarbelakangi oleh sikap apatis mereka terhadap
pertikaian politik semenjak masa kekhalifahan Usman bin Affan ra. Mereka enggan
menyatakan bagaimana hukumnya kelompok Syi’ah, Khawarij, Mu’awiyah, ataupun
kelompok Ali sendiri yang non-Syi’ah. Bagaimana hukum masing-masing semua
diserahkan kepada Tuhan kelak pada hari kiamat. Tetapi kemudian pendapatnya
meluas termasuk meniadakan hukum qisas, diyat atau hukuman bagi pezina, semua
hukuman ditunda sampai hari kiamat dihadapan Tuhan.
Sementara itu sekte jabariyah dengan pendirinya
Jaham bin Safwan, atau sering pula disebut sekte Jahamiyah, menyatakan bahwa
manusia tidak memiliki qadar sama sekali. Semua perbuatan manusia diciptakan
secara mutlak oleh Qadar Tuhan. Baik-buruknya perbuatan manusia, semata-mata merupakan
perwujudan dari baik buruknya Qadar Tuhan. Pendapat ini bertolak belakang 180
derajat dengan pendapat sekte Qadariyah.
Tentang keempat sekte ini, sebagian ulama berpendapat
hanya ada dua sekte. Yakni, sekte Qadariyah adalah nama lain dari Mu’tazilah,
dan sekte Murji’ah adalah nama lain dari jabariyah atau jahamiyah. Dan pengaruhnya
sangat kuat, hingga kini terus mewarnai percaturan kalam (teologis) umat Islam
ialah sekte Mu’tazilah.
Nama “Mu’tazilah” hanyalah nisbat terhadap
ucapan Syekh Hasan Basri tatkala mengeluarkan muridnya yang amat radikal, yakni
Wasil bin Ata al-Ghazal (80-131 H). I’tazil Anna! (keluarlah dari perguruanku!).
Maka Wasil ini pula yang dikenal sebagai pendiri sekte Mu’tazilah
Wasil sendiri menamakan sektenya Ahl al-Adl
wa al Tauhid (golongan yang berpaham adil dan mengEsakan Tuhan), sekaligus
mengindikasikan pendapat utamanya. Adil menurutnya ialah bahwa Tuhan membalas
amal perbuatan manusia yang diciptakan sendiri tanpa campur tangan Qadar-Nya.
Sedangkan tauhid menunutnya ialah bahwa
Tuhan Esa tanpa diembel-embeli berbagai sifat, Dia tidak memiliki sifat-sifat.
Keradikalan Mu’tazilah, meskipun kemudian
sekte ini terpecah sampai 22 sekte yang berbeda; semuanya terlalu berlebihan
dalam memuja kemampuan akal, nyaris mengabaikan petunjuk naqli (al-Quran dan al-Sunnah).
Bahkan menyatakan bahwa al-Quran adalah makhluk (ciptaan Tuhan) dan bersifat
hadits (baru). Pernyataan terakhir iniIah yang kemudian disebut oleh banyak
kalangan sebagai al-Mihnah (batu ujian bagi para ulama mayoritas yang tetap
berpendapat bahwa al-Qur’an adalah kalam Tuhan, bukan makhluk-Nya dan atau
Qadim.
bersambung Periode Imam Mazhab Empat
0 komentar:
Post a Comment