Selama ini banyak kita jumpai aset wakaf NU yang
belum terinventarisir dengan baik. Inventarisir dalam pengertian yang diakui
secara hukum oleh negara, sudah berbentuk sertifikat. Kondisi demikian akan berakibat buruk, yaitu
bahwa wakaf tersebut bisa diminta kembali oleh ahli waris, lebih parahnya lagi
kalau ahli warisnya ternyata tidak sama ideologinya dengan orang tuanya, maka
aset wakaf tersebut bisa berpindah tangan pada golongan di luar NU.
Hal demikian terungkap dalam diskusi Rijalul Ansor
“Limolasan” yang diselenggarakan oleh PAC Ansor Jombang Kota pada senin
15/8/2016. Lebih jauh Holil yang menjadi salah satu nara sumber mengatakan, selama
ini umumnya warga nahdliyin sudah merasa cukup menyerahkan aset dengan
melakukan ikrar wakaf di Kementerian agama, kemudian mendapat keterangan ikrar
wakaf, begitu saja. “Padahal ikrar wakaf ini belum diakui secara hukum oleh
negara,” ungkap pria yang juga berprofesi sebagai Notaris dan Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) itu.
Yang harus dipahami, khususnya bagi kita warga
nahdliyin apabila ingin mewakafkan tanah atau bangunan, bahwa proses
administrasinya harus sampai tercatat di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Hal
ini dikarenakan menurut UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria, hak-hak atas tanah yang diakui diantaranya adalah; hak milik, hak guna
usaha, dan hak guna bangunan. Dalam UU tersebut tidak disebutkan sama sekali
tentang wakaf.
Awamnya masyarakat terhadap pengetahuan ini
menyebabkan proses sertifikasi wakaf menjadi berlarut-larut. Contohnya saja
yang dialami Amanulloh anggota PAC Jombang Kota. Sebagaimana yang diakuinya,
kakeknya pernah melakukan wakaf berupa mushola dan sebidang sawah pada tahun
1997. Namun karena tidak kunjung selesai, pada 2004 meminta bantuan notaris.
Oleh notaris tersebut dimintai uang sebesar Rp. 25.000.000,-. “Masak kita mau
wakaf harus dimintai uang sebegitu besarnya,” keluhnya.
Permasalahan ini langsung dijawab oleh Holil, bahwa
keistimewaan kalau sudah ada ikrar wakafnya, tidak dikenai pajak. Jadi pajak
jual beli tanah sebesar 5 persen untuk pembeli, dan 5 persen untuk penjual,
tidak berlaku untuk wakaf. Namun Holil mengingatkan bahwa kalau wakaf hendaknya
kepada lembaga yang berbadan hukum. Dalam
hal ini lembaga yang berbadan hukum yang diakui adalah NU dan Muhammadiyah.
Selain itu boleh juga pada lembaga atau yayasan yang memiliki SK Kemenkumham.
Wakaf yang diberikan pada perorangan sebenarnya dibolehkan juga, tetapi tidak
disarankan.
Permasalahan yang lebih luas di lapangan diungkapkan
oleh Bapak Ilham, yang menjabat sebagai penyelenggara syariah di Kementrian
Agama Kabupaten Jombang. Ia mengatakan sudah sering membantu menyelesaikan
inventarisir aset waqaf NU. Diantaranya yang terjadi di Mojoagung, di Mojoagung
ini banyak sekali aset NU yang perlu diselesaikan administrasinya. “Ada yang
juga sampai akan terjadi konflik karena bermasalah.” Terang lelaki yang juga
menjadi pengurus NU Jombang ini.
Selain itu, menurutnya MWC Bandar Kedungmulyo sudah
terdapat 11 lokasi yang minta untuk diurus administrasi perwakafannya. Namun
masalahnya mereka minta langsung legalitas, sedangkan selama ini untuk mengurus
legalitas tersebut harus ke Kediri. “Beruntung di forum ini saya ketemu dengan
PPAT yang bisa membantu administrasi perwakafan di lingkungan NU Jombang.”
Mengenai nadzir,
dikalangan NU yang bisa menjadi nadzir baru bisa sampai pengurus MWC NU,
atau pengurus di tingkat kecamatan. Pengurus Ranting NU tidak bisa menjadi
nadzir. Hal ini menjadi masalah tersendiri, karena warga di desa-desa yang ingin wakaf ke NU dan
merasa tidak dekat dengan pengurus MWC NU yang ada di kecamatan, akan merasa
kesulitan. Selain itu, jika ada wakaf yang masih atas nama perorangan dalam
arti belum diproses administrasinya sebagaimana mestinya, maka solusinya
menjalin komunikasi. “Perlu dilakukan pendekatan kepada pihak yang bersangkutan
untuk mengetahui keadaan riilnya, sudah diurus belum administrasinya, serta ada
konflik tidak,” Jelas Pak Ilham.
Hal lain yang perlu diketahui masyarakat adalah
prosedur pengurusan administrasi perwakafan. Setelah sudah beres di tingkatan
keluarga maka wakif (orang yang mewakafkan) hendaknya melakukan ikrar wakaf. Ikrar
wakaf tersebut harus dilakukan di depan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
yang berkantor di KUA. Namun sebelum ke KUA hendaknya meminta surat keterangan
ke desa terlebih dahulu. Bila telah melakukan ikrar wakaf tapi tidak dihadapan PPAIW
maka dianggap belum resmi dan tidak bisa mengurus ke proses selanjutnya. Ikrar wakaf
yang telah didapatkan dari PPAIW kemudian
dibawa ke BPN. Proses selesai, dan wakif tinggal menunggu sertifikat keluar.
Pengurus PAC Ansor Jombang Kota yang menggagas acara
ini berkomitmen sepenuhnya untuk mengawal dan memfasilitasi permasalahan wakaf
ini. “Kami siap mensponsori pertemuan pihak-pihak yang berkaitan, baik pengurus NU beserta
banom-banomnya, serta pihak-pihak lainnya agar aset NU terselamatkan dan tidak
jatuh sebagai hak milik pribadi.” Ungkap Gus Imdad, bendahara PAC Ansor Jombang
Kota.
Mantaab ... maju terus RA Jomkot
ReplyDelete