Sebenarnya keterlibatan kader Ansor Jombang, dalam pergolakan kepengurusan Pimpinan Pusat Ansor, sudah bisa ditelisik sejak zamannya KH. Yusuf Hasyim. Mengingat sebagai putra pendiri NU, beliau tentu mempunyai akses dan posisi yang strategis. Namun, pembahasan tentang Pak Ud –begitu beliau akrab disapa, pada zaman itu sepertinya sebutan Gus atau Kyai tidak sebegitu diobral seperti sekarang-, akan dibahas pada skuel tersendiri.
Kita saat ini mencoba menjangkau pada masa yang lebih dekat. Sepanjang yang bisa ditelisik penulis, pergesekan kader Ansor Jombang belakangan adalah sejak masa Iqbal Assegaf. Iqbal merupakan ketua PP Ansor periode 1995-2000. Majunya Iqbal sebagai calon ketua PP Ansor terbilang fenomenal, karena dia sebelumnya tidak tercatat dalam jajaran pengerus PP Ansor di periode sebelumnya, yaitu di masa kepemimpinan Slamet efendi Yusuf.
Awalnya penulis menduga, bahwa di masa ketua PP Ansor dipegang Slamet sejak 1985-1989 dan 1990-1994, sudah ada potensi kedekatan kader Ansor Jombang dengan pengurus PP Ansor. Mengingat salah satu kader Ansor Jombang, Hafidz Maksum, pernah menjabat sebagai Ketua PC PMII Jogja pada 1972-1973. Dimana periode sebelumnya Slamet Efendi Yusuf lah yang menjabat ketua PC PMII Jogja.
Namun setelah dikroscek ternyata tidak, Hafidz pada tahun 1985 sudah aktif di PPP. Beliau berkiprah di PC Ansor Jombang pada masa sebelumnya, pada 1978 ketika zamannya Muhammad Baidhowi, serta pada periode berikutnya di awal 80-an ketika ketua PC nya dipegang Pak Sochib, dari Tapen.
Kembali ke Iqbal..., bekal Iqbal maju dalam bursa ketua umum adalah karena beliau mantan ketua PB PMII. Peluangnya terbuka setelah salah satu ayat dalam tata tertib kongres, yaitu ayat 11 dihapus. Ayat ini menyatakan bahwa calon ketua umum harus berasal dari lingkungan GP Ansor, yang punya pengalaman duduk di pimpinan pusat maupun wilayah. Sedangkan Iqbal tidak memenuhi persyaratan tersebut.
Mengenai hal ini H. Rosyad Sambong menjelaskan, bahwa Iqbal bisa maju ke bursa ketua umum, salah satunya karena mendapat rekom dari PC GP Ansor Bogor.
Ya..., ketika itu H. Rosyad adalah representai Ansor Jombang yang dekat dengan Iqbal Assegaf. Kedekatan ini terjalin sejak Iqbal maju sebagai salah satu kandidat ketua umum. Iqbal yang ketika itu juga merupakan kader muda Golkar bertemu dengan H. Rosyad yang notabene sebagai penasihat Ansor, dan kebetulan juga merupakan pengurus DPD Golkar Jombang. “Ketika Nyalon ketua umum, Iqbal minta antar saya sowan ke Kyai-Kyai Jombang.” Terang H. Rosyad. Kedekatan tersebut terjalin lebih intens di masa-masa berikutnya.
Selain Iqbal, tercatat Ali Masykur Musa yang juga mantan ketua PB PMII yang berangkat dari luar struktur pengurus PP GP Ansor. Ada juga yang terbilang calon kuat ketika itu, yaitu Choirul Anam atau akrab disapa Cak Anam, yang merupakan Ketua PW Ansor Jawa Timur. Karena berangkat dari Jawa timur, maka Cak Anam berusaha sebisa mungkin merengkuh suara PC Ansor se Jawa Timur untuk mendukungnya. Namun ternyata tidak semudah itu, suara Jatim yang menjadi basisnya, terpecah. Bahkan suara pengurus PC Ansor Jombang, yang ketika itu dikomandani H. Muslik Jagalan, juga terbelah. Ada kubu yang mendukung Iqbal, dan ada kubu yang mendukung Cak Anam.
Kongres tahun 1995 tersebut diselenggarakan di Palembang, H. Muslik sendiri sebagai Ketua PC berhalangan hadir. Beliau kemudian mengutus dua orang pengurus harian berangkat ke Palembang, yaitu Taufiq Jalil (sekretaris) dan Muhdlor (wakil Sekretaris). Selain dua orang tersebut, dari Jombang juga hadir H. Rosyad yang menjadi salah satu tim sukses Iqbal. Oleh karenanya Beliau datang ke Palembang atas fasilitas khusus dari Iqbal. Singkat cerita, Iqbal akhirnya menang. “Dari Jawa Timur sendiri Iqbal bisa dapat 18 suara.” Terang H. Rosyad.
Iqbal yang dikenal cemerlang itu, karena selain dokter hewan lulusan IPB, beliau juga wirausahawan dan pengurus pusat KNPI, serta dikenal dekat dengan Menpora Hayono Isman, sayangnya tidak bisa melanjutkan kepemimpinannya satu periode penuh, karena meninggal dunia tak lama setelah gelombang reformasi bergulir pada 1998. Begitu dapat kabar duka dari keluarga Iqbal, H. Rosyad langsung terbang ke kediamannya yang tak jauh dari Pasar Minggu Jakarta Selatan.
Cak Anam dalam bukunya “Konflik Elit PBNU seputar Muktamar” mempunyai catatan sendiri seputar kemenangan Iqbal atas dirinya. "Dalam Kongres GP Ansor XI Palembang, 11-15 September 1995, saya menempati urutan kedua (90 suara) setelah Moh. Iqbal Assegaf (100 suara). Sedang Mudjib Rahmat diurutan ketiga (30 suara). Setelah sidang formatur nama saya dan Mudjib tidak masuk dalam kepengurusan PP GP Ansor. Saya dan Mudjib bisa saja kompromi mengumpulkan pendukung untuk membikin GP Ansor tandingan. Apalagi suara pendukung saya dan pendukung Mudjib jauh lebih besar dari yang diperoleh Iqbal".
Catatan ini konteksnya adalah untuk membandingkan dengan gerakan Abu Hasan yang membuat kubu NU tandingan, setelah kalah dari Gus Dur di muktamar Cipasung Tasikmalaya, Jawa Barat, pada Desember 1994.
Selanjutnya.., Kekalahan Cak Anam ini melahirkan dampak yang tidak mudah pada kepemimpinan H. Muslik. Melalui sebab yang kompleks, akhirnya muncul mosi tidak percaya pada kepemimpinan H. Muslik. Gerakan ini terus menggelinding dan membesar, sehingga akhirnya H. Muslik harus turun jabatan sebelum waktunya.
Kader Ansor Jombang
0 komentar:
Post a Comment